Sotta-sotta Berhadiah, Sampai Juga di Lappa’ Laona - Ngemper

Sotta-sotta Berhadiah, Sampai Juga di Lappa’ Laona

Share This
Saat itu kasur yang menjadi tempat mengadu dari kepadatan aktifitas kampus, maklum mahasiswa akhir. Dari proses menyusun sampai ujian meja pun sudah berlalu, pikirku waktunya merefresh sejanak kepala yang sudah super mumet ini.

Betualang adalah pelarian selain rumah, dan mungkin hal itulah yang mampu menjawab segudang kegelisahan hidup. Selain untuk bersenang-senang, bertualang saya yakini juga sebagai proses belajar yang nyata. Dari soal apa yang kita temui di perjalanan menuju lokasi, sesampainya di lokasi, hingga perjalanan pulang ke rumah.

Dari Camba Maros, Air Terjun Tabo-tabo, Taman Batu Kars, Air Terjun Latimojong, Lolai Toraja, Dato Majene dan lainnya sudah memanjakan diri sebelumnya, saat ini Lappa’ Laona menjadi satu-satunya pilihan destinasi yang sudah jauh hari terbayang.

Sekitar jam 2 menjelang sore, saya pun mulai packing perlengkapan yang akan dibawa, dari kesiapan tenda, sleeping bag, Matras, kemeja dan rok selembar, sarung, dan tak lupa perlengkapan make up dan mandi pastinya. Sekitar setengah 3, saya mulai perjalanan. Berangkat menggunakan sepeda motor dari sekretariat IPPM Pangkep di Parepare ke Pangkep, dimana teman-teman yang lain sudah menunggu.

Motor melaju diatas kecepatan 80-100, harusnya saya menunggu di Barru saja, tidak harus lagi ke Pangkep. Tetapi karena rencana sebelumnya saya minta di bonceng sama salah seorang teman, mau tidak mau lanjut ke Pangkep dan berangkat bersama-sama, yang diawal rencana keberangkatan sekitar jam 3 an.

Sesampainya di Pangkep, merebah sejenak dan melanjutkan perjalanan lagi, “aneh sih kok harus balik lagi” kataku dalam hati. Perjalanan pun dimulai sekitar setengah 5. Hari sudah semakin gelap, dan di perjalanan saya baru tersadar, dari 14 orang yang ikut dalam rombongan, tidak satu pun yang sudah pernah ke lokasi tujuan, dan tidak satu pun yang tahu rute menuju Lappa’ Laona, Deh .. suntili”

Dalam perjalanan, kami menyempatkan singgah membeli bahan makanan dan juga menyempatkan beristirahat di rumah kerabat salah-satu teman yang ikut dalam rombonga, eh ternyata tantana menjual bakso bakar, kami pun disuguhkan menu jualan dan free alias making gratis. Saat melanjutkan perjalanan usai beristirahat, di perjalan saya mencoba mengkalkulasi bakso bakar (gratis) yang sudah kami makan dan harganya per-porsi, sepertinya tante temanku tidak balik modal hari itu, pikirku.

Perjalanan sudah semakin gelap, jadi selain lampu jalan yang meredup, lampus teras rumah warga di pinggirian jalan, dan terang bulan, tak ada yang bisa saya ceritakan, belum lagi dumba-dumba karena tidak satupun orang yang tahu rute. Kami akhirnya bertualang dengan metode Sotta sotta berhadiah dan banyak bertanya ke warga yang kami temui di jalan, bukankah benar kata orang, “malu bertanya potong saja kemaluan”.

Setelah beberapa orang yang kami temui di perjalanan dengan maksud menanyakan jalan, kami akhirnya tiba juga di Lappa Laona, tepat sekitar jam 10 malam. Ekspektasi soal Susana di Lappa’ Laona bisa dibilang sesuai dengan realia.

Setelah motor kami parkir rapih, selanjutnya kami  berkeliling mancari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Setelahnya, memasak bahan makanan yang sudah kami beli di perjalanan sore tadi, toh cacing perut sudah menggerutu sedari tadi.

Setelah menyantap makan malam, beberapa teman bergegas merebah di dalam tenda. Sedang Fauzul, Razak dan yang lainnya memilih begadang dengan bermain kartu. Sedang saya sendiri mencoba membuka lembaran demi lembaran buku yang dihadiahkan Razak setelah melalui ujian meja, katanya. Setelah mata dan kefokusan membaca sudah mulai tidak karuan, saya pun terlelap dan terjaga.

Saya kemudian bangun sekitar jam 5 an. Tetapi belum berani keluar tenda karena dingin pagi yang menusuk, dan sleeping bag yang memang membuat terasa lebih nyaman. Setelah hari sudah mulai terang, saya mencoba keluar dari tenda. Harapannya ingin melihat embun tebal seperti halnya di Laloi Toraja, tetapi karena cuaca yang tidak mendukung, embun tebal yang diharapkan turut dalam petualangan pun tidak hadir, jadi bagi teman-teman yang menjadikan Lappa’ Laona sebagai salah satu opsi destinasi, upayakan datang di saat musim hujan, mungkin teman-teman akan menemui embun tebal turut dalam catatan petualanganmu.

Melihat  Nita dan Lia masih tertidur pulas di dalam tenda. Saya pun mencoba berjalan-jalan di sekitar bukit Lappa’ Laona. Tepatnya mencari spot foto yang menurutku bagus untuk dipamerkan di Instagram. Ada banyak spot dengan view yang menarik untuk mengabadikan perjalanan, walau pun hal demikian bagiku hanya sebagai bonus perjalanan, intinya adalah menikmati prosesnya.

Lappa’ Laona sudah bersedia memanjakan kami, mumet kepala pun sudah berhasil ia obati dengan suguhannya. Balik kanan kemudian menjadi pilihan yang tak direlakan, sebenarnya.

Setelah makan, awalnya masih ada kebimbangan untuk stay sampai sore atau pulang, tetapi karena kekurangan air bersih, kami pun bergegas merapihkan barang bawaan. Pulang sekitar jam 10 Pagi, saat packing bersiap pulang, Razak celetuk “kita singgah di Celebes  sekalian bersih-bersih”. Tapi apa daya rencana hanya menjadi wacana. Karena pertimbangan tenaga yang sudah mulai lelah, dan mengingat perjalanan yang masih jauh, kami memilih untuk melanjutkan saja perjalanan pulang ke rumah.

Setelah tiba di Pangkep sekitar jam 1 siang, saya sendiri melanjut perjalanan ke Parepare, demi bergelut kembali dengan rutinitas sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir. Satu yang selalu saya ingat saat bertualang, bahwa jangan sekali-kali membawa benda apapun dari tempat tersebut, kecuali rindu untuk kembali lagi.

Penulis : Arsain
Narsum : Sri Adliyani Annas

*Tulisan ini sebelumnya di publish oleh ngemper.com dalam Koran edisi Juli pada rubric “Jokka”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar