![]() |
Irwan, Sarambu Toralia |
“Lucuti keangkuhanmu dengan suguhan semesta
yang selain mempesona juga menyimpan mara bahaya. Semoga kita bisa terlahir
kembali, menjadi pribadi yang baru. Anggap saja alam menjadi terapi jiwa, dan
percayalah terapi itu tak akan kamu dapati di fakultas kedokteran mana pun.”
Pagi
menyapa dengan keindahan, fajar kian tersisih dengan birunya langit, awan putih
berjalan pelan menyapa dunia yang kian menua. Mari bergegas ! Tora Lia sudah
menanti.
Sekiranya
pukul tujuh kami sudah beres-beres dan siap melanjut perjalanan, tapi apa daya,
dingin dan rasa kantuk memanjakan kami untuk tetap bermalas-malasan. Al hasil,
rencana meninggalkan Salu Buttu pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya pun
gagal.
Bukannya
membereskan peralatan, kami malah berembuk memutari api unggun sisa semalam,
dingin yang menusuk meredahkan niat kami untuk membersihkan badan atau hanya
sekedar mencuci wajah agar lebih segar.
Selain
untuk menghangatkan tubuh, sisa api unggun semalam juga kami manfaatkan untuk
memanaskan air, toh kata Irwan, dua sampai tiga cangkir kopi menjadi ritus
wajib untuk memulai hari.
***
Kami
akhirnya meninggalkan Sarambu Salu Buttu sekitar jam delapan, tapi ternyata
kami tak langsung melanjut ke Sarambu Toralia, Amri mengajak kami ke rumah
salah-satu warga yang kebetulan tengah ada acara atau yang dalam bahasa Pattae
sering disebut Ma’bombon.
Ramai orang
dari muda sampai tua duduk bersama tanpa sekat menyambut kami, bersama dengan
rombongan Mahasiswa KKN IAI DDI Polman, kami dijamu layaknya keluarga jauh yang
dating kembali.
Riuh serta
keramahan masyarakat tersuguh dengan khidmat, masyarakat Kaleok seolah
terkumpul di acara tersebut, sekedar berbagi sapa, cerita dan tentu saling
mendoa’kan.
Ma’bombon
bagi masyarakat Pattae masih sangat sering dilakukan, walau zaman kian
menggempur tradisi luhur.
***
Setelah
bercengkerama dengan masyarakat Kaleok serta menikmati sajian si tuan rumah,
kami akhirnya bergegas dan melanjutkan perjalanan ke Sarambu Toralia.
Karena
beberapa pertimbangan, Ambang dan Ikbal akhirnya tidak bisa melanjutkan
perjalanan, dan lebih dahulu pulang ke Kantor.
Setelah
mengendarai motor sejauh 300 meter, kami pun tiba disalah-satu kerabat Amri,
dan kemudian menitipkan kendaraan kami. Kebetulan jalan setapak menuju Sarambu
tepat berada di belakang rumahnya. Kami pun berjalan pelan, melewati beberapa
petak sawah dan tentu perkebunan kako milik warga. Sekiranya kami berjalan kaki
sejauh 200 meter, dan akhirnya tiba juga di Sarambu Toralia.
Berbeda
dengan Sarambu Tai Bai dan Salu Buttu, Sarambu Toralia berada di Kampung Padang
Kula, Dusun Kaleok. Di pinggiran sungai terdapat pembangkit listrik tenaga air
berkekuatan 3000 Volt yang masih membantu kebutuhan listrik beberapa warga di
dusun kaleok.
Karena
keringat yang sudah lebih dahulu membasahi tubuh, kami akhirnya duduk sejenak
sembari menikmati suara parau air menghempas batu dari ketinggian kurang lebih
15 meter.
***
Bertamulah
pada alam dengan niat yang baik, semoga alam juga menyambut dengan baik.
Berkunjung tak berarti merusak, justru terus menyuarakan untuk menjaganya
bersama-sama, demi keseimbangan yang tetap harmonis. Dan jika tiba masa untuk
pulang, tak perlu membawa apa-apa selain foto, cerita, serta kerinduan untuk
dating kembali.
Catatan
Pangngu’pu, Arsain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar