Si Pabo : Maulid dan Sebuah Perjumpaan Singkat - Ngemper

Si Pabo : Maulid dan Sebuah Perjumpaan Singkat

Share This
Pukul 02:15 Wita, angin gemericik serasa berbisik, tikus-tikus liar Pondok Indah mengendap-endap diantara tumpukan piring bekas rebusan mie instan minggu lalu, aku terbangun diantara senyap, mataku terbelalak dalam gelap di sepertiga malam, “mengapa gelap sekali, aku ada di mana ?”,Tanyaku ketakutan, “kasi nyalai lampua tolo !”, sergap temanku yang kemudian tidur kembali. “Asuu.. !”, balasku.
Aku berjalan pelan menuju kamar mandi, sembari membersihkan mata yang mungkin saja menyisakan belek (tai mata). Kubasuhnya wajahku dengan air bersih ala PDAM itu, aku mensucikan diri dengan Wudhu, “eh.. junub dulu :D”.

Dua rakaat usai ku tunaikan, kututupnya dengan kiriman doa untuk kedua orang tuaku. Seketika petir menyambar diiringi gerutu seperti ibu yang mengerang dari arah langit. Aku kaget dibuatnya, tidak lama kemudian hujan pun turun di ujung malam kala itu. Selanjutnya aku kembali merebah.

***

“Kukkuruyyuuukkkk...”, bunyi ayam jantan milik Pak Samsul, tetangga depan kos. Bunyi yang begitumainstream terselip di dalam dialog cerita anak-anak. Aku terbangun disambut gerimis sisa semalam. Tak hanya itu, genangan air di jalan aspal berlubang menandakan derasnya hujan, serupa kenangan silam tentang Mega dan Sabah yang luntur diguyur derasnya air mata. Waktu yang masih begitu pagi, dengan matahari yang masih malu-malu memancarkan sinarnya, aku bergegas ke kamar mandi.

[Senin, 17 Desember 2018]

Secangkir kopi, sebatang rokok, dan Koran pagi terbitan ParePos dengan berita penemuan mayat lelaki sebagai headline menemaniku kala itu. Sejenak aku membayangkan sebagai mayat lelaki di Koran itu, yang terbunuh oleh cintanya. “perihhh...!”, ungkapku diiringi tegukan kopi.

Dingin mulai terusir oleh pancaran sinar matahari. “tidit.. tidit..”, henfonku berbunyi, ternyata pesan di grup whatsapp APPM Polman. “Diinformasikan kepada seluruh warga APPM, bahwa sebentar malam akan diadakan Maulid Nabi di Balai Ainun Habibie.....(dst.)”, demikianlah pesan yang kudapati pagi itu. “Oh iyaa, ternyata malam nanti perayaan Maulid organdaku...”, sontak memukul jidat, setelah kubaca paragraf pertama dari pesan itu.

***

Sebenarnya, ada rasa malu untuk menghadiri Maulid tersebut, toh aku jarang terlibat di kegiatan-kegiatan sebelumnya. “Ahh... anggap saja sebagai tamu undangan”, ungkapku dengan cuek. Malam sudah mulai membuka cerita, aku duduk bersama dua orang temanku di samping Pondok El Hasmy,terlihat sudah warga APPM berguyun tiba di depan Pondok El sebagai titik kumpul, yang selanjutnya menuju ke lokasi Maulid, mobil truk pun sudah sedari tadi parkir di pinggir jalan.

Di antara banyak warga APPM lainnya, mataku tertuju pada seorang perempuan yang berbajumaroon dengan jilbab bermotif garis-garis hitam dan putih. Belakangan ku tahu namanya Hayati. Kupandanginya tanpa kedip dari kejauhan, dengan bantuan temannya, ia menaiki truk itu. Aku membayangkannya dengan genit, seperti putri raja yang menaiki kereta kencana, walau pun di belakangnya tertulis “inceran mertua” sebagaimana tulisan yang ada di truk-truk pada umumnya.—Truk itu pun melaju dengan riak-riak tak jelas di atasnya, aku pun tersadar tak ikut bersama rombongan.

Karena sibuk membayangkan Hayati, aku tertinggal sendiri. Tak habis akal, aku memberanikan diri untuk mengendarai motor walau pun tidak begitu mengetahui jalanan kota, maklum yang aku tahu hanya wilayah soreang dan sekitarnya.

***

Setibaku di Lokasi berkat bantuan google map, aku lalu-lalang tak tenang diri mencari Hayati, turun naik tangga pun kulakukan demi mencari putri truk itu. Selang beberapa menit, acara pun sekiranya hendak dimulai, aku melihat Hayati dan lagi-lagi dari kejauhan, aku berdiam. Ia tengah asyik mengobrol dengan teman-temannya, aku menghela nafas, “aku harus mengajaknya berkenalan..”,gumamku dengan yakin.

Setelah hendak melangkahkan kaki berjalan ke arah Hayati, henfonku bergetar dan berbunyi dari dalam sakuku. Ternyata telfon dari teman sekosan. “Haloo..”, jawabku, “dimana ko ?! mau ka pake motor bosku..”, balas temanku bahkan tanpa salam sebagai pembuka.

Aku menghela nafas untuk kesekian kalinya, nyatanya waktu belum berpihak padaku, Hayati masih sebatas ujung pandangan, mengenalnya lebih jauh masih menjadi teka-teki waktu, semoga ada perjumpaan di hari-hari berikutnya, doaku malam itu. Mau tidak mau aku harus bergegas mengembalikan motor temanku, selain tidak berkenalan dengan Hayati, juga akhirnya tidak sempat bergabung dengan warga APPM lainnya dalam perayaan Maulid tersebut.

Jika pun Hayati akan berakhir seperti cerita bersama Mega dan Sabah, aku teguhkan dalam hatiku bahwasanya aku bisa memiliki mereka bahkan ketiganya sekaligus, dalam cerita dan puisi-puisiku. Tuhan memang asyik bercanda perihal romansa, aku tahu itu.

Aku pulang dengan keyakinan, waktu tengah bekerja menghadirkan perjumpaan keduaku dengan Hayati.

(Cerita ini hanya fiktif belaka, semata-mata hanya untuk menghibur pembaca)

Arsain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar