Surat Lusuh Untuk Kaum Muda
Kepada Kaum Muda Yang Agung.
Dari Ame’ dan Keluarga.
Salam Pelopor !!!
Mendung kini menyelimuti kota Parepare. Di samping komputer tempo doeloe
dan di bawah sinar lampu yang sesekali padam karena sudah tak mampu
lagi menemaniku di kala berkelana dengan pena. Namun kesetiaannya akan
selalu ku kenang dan ketika Ia padam untuk selamanya, ku akan mencoba
menuangkan ceritaku bersamanya dalam tulisan-tulisan seperti tulisan ku
terdahulu. dan mungkin sepucuk surat lusuh untuk kaum muda ini adalah
tulisan terakhir dimana sinarnya masih bisa ku nikmati.
Saat menulis surat ini, sering kali ku menutup pena untuk sejenak
berfikir apa yang akan kusampaikan padamu si kaum muda. Ku masih
bertanya-tanya siapakah kaum muda itu ? siapa kalian ? siapa kalian yang
seakan di daulat sebagai Agen Perubahan, dikatakan sebagai kaum yang
mampu mengontrol kehidupan social, Kaum yang selalu di agung-agungkan.
Tapi ku heran mengapa disaat kalian di puja puji, terkadang pula kalian
di caci, di abaikan, di katakan perusak, di benci, di musuhi bahkan
untuk di lenyapkan. Tapi ku yakin kalian bukanlah sosok misterius,
kalian bukanlah sosok kaum yang seharusnya di lenyapkan. Oh iya, di
dalam surat ini, aku juga ingin menyampaikan tapi mungkin lebih tepatnya
mengingatkan kembali bahwa sekarang negeri kita, masyarakat kita, orang
tua kita, kini telah di perlakukan seperti seorang budak di rumah
sendiri. Kita bagaikan tuan rumah yang di jadikan budak oleh tamunya di
rumah sendiri, dan sebenarnya kita pun Juga merasakan hal itu. Tapi
masalahnya apakah kita merasa di perbudaknya ? Tentang perbudakan di
negeri sendiri Mungkin kalian sudah tahu atau justru lebih tahu. Kalian
pernah dengar tidak sesorang yang mengatakan bahwa jika ingin menguasai
dunia kuasailah Indonesia terlebih dahulu. Perkataan itu juga mungkin
sudah tidak asing lagi di telinga kalian. Tapi pernah kah kalian
berfikir bahwa betapa kayanya negeri kita sehingga orang itu mengatakan
hal tersebut. Mungkin kalian juga sudah berfikir tentang itu sebelum aku
memikirkannya dan memberitahumu. Itulah hebatnya kalian.
Kemarin malam aku duduk bertiga dengan mama dan adik kecilku di ruang
tamu, lebih tepatnya kami sedang menikmati hiburan dari televisi kecil
yang tergolong tua. Salah satu benda yang begitu mewah bagi kami. Kami
tinggal bertiga di sebuah rumah kecil peninggalan Ayah, tepatnya berada
di sudut kota yang begitu jauh dari kehidupan atau ramainya kota
Parepare Sulawesi Selatan. Namaku Ame’, Aku sendiri sudah duduk di
bangku kelas dua Sekolah Menengah Umum. Adik kecilku masih belajar di
sekolah dasar dan kesibukan mama sebagai buruh cuci dari
tetangga-tetangga yang menggunakan jasanya.
Maaf soal perkenalan keluarga kecilku tadi, aku berfikir kalian akan
bertanya-tanya bahwa siapa penulis dan pengirim surat ini jika aku tidak
memperkenalkan diri. Sampai saat ini aku masih bingung untuk menetapkan
isi atau inti dari suratku ini, tapi kalian harus tahu bahwa surat ini
bukanlah surat yang bernada romantisme atau sesuatu yang bersifat
ceremonial semata.
Saat menonton bertiga dengan keluargaku, aku menyaksikan puluhan orang
dari kaummu yang melakukan aksi demonstran. Aku salut, kalian memang
tidak salah di nobatkan sebagai penyambung lidah rakyat. Tapi jujur, aku
takut salah dan menyesal telah mengatakan hal tersebut. Oh iya, aku mau
bertanya, benderah merah, kuning, hitam, biru, dan sebagainya dan baju
kuning, merah, biru, coklat dan sebagainya juga. Mengapa harus ada.
Bukankah kalian satu dalam kaum muda ? mengapa harus berwarna-warni,
mengapa harus terkotak-kotakkan. Aku juga sering mendengar perselisihan
yang terjadi antara kalian sesama kaum muda. Apa karena perbedaan warna
benderah dan baju tadi, tapi persoalan itu adalah persoalan kalian.
Tidak usah kita perdebatkan. Sebelum meninggalkan topic perbedaan
kalian, bagaimana jika perbedaan kalian, warna-warninya kalian
berpegangan dalam satu gerakan, Satu tujuan. walau perselisihan kalian
terjadi hanya karena perbedaan idiologi. Jika kalian ingin bersatu,
kalian bisa mempertimbangkan saranku tadi. Bagiku tidak perlu untuk
menjadi satu, cukup kalian bersatu.
Maaf jika aku yang banyak Tanya, yang jelas aku bukan wartawan. Aku
hanyalah anak dari keluarga kecil yang masih merasa di jajah dan belum
merasakan kemerdekaan. Penjajahan oleh system kapitalisme yang mungkin
kalian lebih tau dan mengerti akan istilah tersebut.
Kalian masih ingat tidak ribuan kaum muda terdahulu yang atas nama
rakyat turun kejalan meneriakkan perlawanan terhadap rezim Soeharto dan
berhasil menggulingkan Soeharto dan orbanya di ganti dengan reformasi.
Ku pikir kita akan sejahtera setelah peristiwa itu, tapi ternyata tidak !
kita masih saja di di perbudak di rumah sendiri. Apa benar itu murni
gerakan atas nama rakyat. Apa benar gerakan itu tidak di tunggangi oleh
kelas borjuasi, atau jangan sampai gerakan itu justru settingan dari
kapitalis juga. Tapi kalian lah yang lebih tau akan hal itu.
Setelah melihat kaummu sekarang ini, agak sedikit sulit untuk
merealisasikan saranku tadi, bahkan hanya untuk mempertimbangkanpun juga
mungkin tak dapat. Aku merasa rindu melihat warna-warni benderah
berpegangan dalam satu barisan ketika melakukan aksi di jalanan, bagiku
itu terlihat indah dan mengagumkan. Tapi ku kembali lagi mengatakan,
mungkin sulit untuk itu. Tapi jangan sampai karena tujuan yang memang
sudah berbeda di karenakan adanya kepentingan dari warnanya kalian.
Kasihan jika memang sudah seperti itu.
Kembai lagi aku ingin bertanya siapa sebenarnya kalian ? apakah kalian
sadar dimana posisi kalian. Bukankah kalian juga yang di daulat sebagai
kaum terpelajar. Jangan sampai dengan ilmu yang tinggi justru kalian
gunakan untuk membohongi orang lain. Seperti yang telah kita ketahui,
negeri kita masih di jajah. Apa kalian sadar akan penjajahan gaya baru
ini. Mungkin kalian belum sadar, tapi jangan sampai kalian sadar, namun
tak mau bergerak untuk merubahnya atau apatis terhadap semuanya. Tapi
aku tetap pada prasangka ku bahwa kalian itu orang-orang yang hebat.
Kalian tahu tidak apa itu kapitalisme ? jelas kalian pasti tau, aku
yakin itu. Tapi apakah kalian juga tau apa dampak dari kapitalisme.
Sekali lagi kalian juga pasti tau akan hal itu. Prasangka ku memang
tidak meleset bahwa kalian itu orang-orang yang hebat. Jika kalian sudah
tau semua, atau mungkin kalian lebih tau. Mana gerakan nyata kalian
untuk membebaskan rakyat dari kedzaliman kapitalisme di negeri kita.
Aku hanya bisa memanggilmu kaum muda, maaf jika panggilan itu tidak
terlalu keren di telinga kalian. Untuk akhir dari suratku, aku lagi-lagi
berharap kalian sadar akan posisi yang mengerti kondisi hari ini. Maaf
juga jika akau banyak Tanya, kalian tidak perlu menjawab semua
pertanyaanku tadi. Bahkan kalian tidak usah mengirim surat balasan
kepadaku. Dan untuk pertanyaanku yang menanyakan siapa kalian, juga
tidak usah kalian jawab. Karena aku lebih tau siapa kalian di bandingkan
kalian sendiri. Mungkin hanya itu kehebatanku.
Terima kasih….
Parepare, 25 Februari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar